|

Tak Ada Ulayat Ampalu Dicaplok


Limapuluh Kota, Padek—Persoalan wilayah administratif se­buah wilayah merupakan hal pen­ting dalam upaya melakukan pem­bangunan sebuah daerah. Se­hingga tidak terjadi tumpang tin­d­ih atau pengabaian pemba­ngunan di wilayah yang dinilai abu-abu. Sehingga di butuhkan pemahaman dan penelitian untuk menjelaskan titik batas sebuah daerah.

Hampir semua daerah me­mi­liki persoalan tapal batas, baik dari administratif nagari antar­ka­bupaten maupun antar­pro­vin­si dan negara. Kondisi terse­but juga terjadi di Kabu­paten Li­mapuluh Kota pada per­batasan pro­vinsi Sumtera Barat dengan Riau di wilayah Nagari Ampalu, Ke­camatan Lareh Sago Halaban.

Seperti di beritakan Padang Eks­pres Kamis (14/6) lalu, mas­yarakat nagari Ampalu mela­lui Camat Lareh Sago Halaban, Jat­miko menyampaikan bahwa ta­pal batas provinsi Riau terlalu ma­ju, hingga diduga telah mele­wati batas ulayat adat hing­ga 20 kilometer. Hal itu dibenarkan walinagari Ampalu, M. Hilmi yang mengaku pembuatan tapal ba­tas tanpa sepengetahuannya. Se­hingga masyarakat merasa ta­nah ulayat mereka telah diam­bil.

Nampaknya persoalan tapal ba­tas antara Provinsi Riau dengan Provinsi Sumatera Barat yang be­rada tepat di nagari Ampalu bu­tuh upaya pemahaman lebih du­lu oleh niniak mamak. Se­hing­­g­a kejelasannya nanti bisa di­­sampaikan kepada peme­rin­tah daerah kabupaten dan pro­vinsi . Sebab menurut Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno tidak ada tanah ulayat masyarakat Am­palu yang di caplok Riau.

Gubernur Sumbar Irwan Pra­yitno kepada Padang Eks­pres, menyampaikan bahwa per­soalan tapal tersebut tidak ada. Semua Batasnya sudah jelas dan tidak ada tanah ulayat mas­ya­rakat Ampalu yang di caplok pro­vinsi Riau.

”Sudah ada kesepakan kita ti­dak ada tanah ulayat ma­s­ya­rakat yang di Caplok Riau,” ung­kap Irwan Prayitno singkat bu­ru-buru meninggalkan,  jo­rong Su­baladuang, nagari Sungai Ka­muyang usai memenuhi un­dangan SPI, meski harus pergi lebih awal dari utusan khusus presiden untuk penanggulangan kemiskinan, HS Dilon.   

Menanggapi hal itu, Bupati Li­mapuluh Kota, Alis Marajo ke­tika dikonfirmasi Padang Eks­pres, Minggu (16/7) kemarin soal tapal batas dan adanya du­gaan terlalu maju tersebut, mem­berikan arahan agar dilaku­kan pemahaman dan penelitian ber­sama oleh niniak mamak, jika memang benar kondisinya de­mikian, dari situ akan di ja­dikan pijakan untuk mencari so­lusinya.

”Yang lebih tahu persis dengan ulayatnya tentu niniak ma­mak, sehingga perlu dila­kukan pemahaman dan penelitiannya. Da­ri situlah nantinya bisa dica­ri­k­an solusi terhadap per­soalan ter­sebut,” ucap Alis Marajo.

Ketika di tanya soal apakah pe­r­lu dilakukan tindakan admi­nis­tratif secara formal melalui pro­vinsi untuk disampaikan ke­pada Kementrian Dalam Ne­geri soal tapal batas antar Provinsi ter­sebut, Alis berpendapat, jika bisa diselesaikan secara damai un­tuk apa dikirim surat.

”Kita lihat dululah perma­sa­la­hannya, jika bisa dise­lesai­kan se­cara damai tentunya kita be­lum harus mengirim surat ke Men­dagri,” ucapnnya.

Di benarkan, Bupati  bahwa per­soalan tapal batas nantinya juga akan berpengaruh terhadap Pe­­­r­aturan Daerah tentang Ren­ca­na Tata Ruang Wilayah (RTRW) ka­bupaten Limapuluh Kota.   
Ketua DPRD Limapuluh Kota, Dar­man Syahladi sebelumnya me­nyam­paikan, meski perda RT­RW tidak bisa diubah dalam jang­­ka waktu lima tahun . Na­mun persoalan tapal batas nan­ti­nya bisa di tolelerir dalam pe­r­da RTRW untuk di laku­kan­perubahan, jika terjadi perubahan. (fdl)



Share this Article on : Share

__________________________________________________________________________

0 komentar for "Tak Ada Ulayat Ampalu Dicaplok"

Leave a reply