Ummat jangan Pecah. Soal Imsakiyah yang Berbeda


Payakumbuh —Be­re­darnya dua jenis Imsakiyah Ra­madhan dengan waktu ber­bu­ka yang berbeda di Kota Pa­yakumbuh dan Kabupaten Limapuluh Kota, hendaknya tidak membuat ummat Islam yang melaksanakan ibadah puasa menjadi terpecah-belah. Sebaliknya, ummat Islam mes­ti arif dalam melihat atau membaca imsakiyah.

”Ummat Islam tidak boleh terpecah-belah dalam me­nyi­kapi beredarnya dua jenis Im­sakiyah Ramadhan dengan waktu berbuka puasa yang berbeda,” kata Haji Bustari, Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Payakumbuh ke­tika dihubungi Padang Eks­pres, Senin (30/7) sore.

Menurut Haji Bustari,  Kan­tor Kemenag Payakumbuh sudah memperoleh informasi soal beredarnya Imsakiyah Ramadhan dengan waktu im­sak berbeda dari pengurus Ma­jelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Payakumbuh. ”Beberapa hari sebelum berita soal Im­sa­kiyah Ramadhan yang berbeda itu muncul diPadang Ekspres, kami sudah mendapat infor­masi dari MUI,” ucapnya.

Agar persoalan itu tidak berlarut-larut menimbulkan kebimbangan di tengah-te­ngah ummat, Kemenang ber­sa­ma MUI Payakumbuh, be­ren­c­ana menggelar rapat pada Selasa (31/7) ini. ”Kita akan membahas, persoalan Im­sa­kiyah yang berbeda tersebut,” imbuh Bustari.

Rapat diharapkan dapat memutuskan, Imsakiyah Ra­ma­dhan mana yang paling tepat dipakai atau diterapkan di Kota Payakumbuh maupun Kabupaten Limapuluh Kota. Apakah Imsakiyah hasil hisab Zul Efendi (dosen STAIN Sjech M Jamin Djambek Bukit­ti­ng­gi) atau Imsakiyah hasil hisab Irsyad Nukman (Pengadilan Tinggi Agama Sumbar).

”Nanti, keputusan rapat akan kita sampaikan kepada media-massa, termasuk ke­pada radio-radio, agar tidak terjadi lagi perbedaan yang mencolok, dalam menyiarkan waktu berbuka puasa ke masyarakat,” sebut Bustari.

Di sisi lain, anggota Majelis Tarjih dan Dakwah Khusus Muhammadiyah, Desembri P Chaniago, meminta kepada ummat Islam di Kota Pa­ya­kum­buh dan Kabupaten Lima­puluh Kota yang memperoleh dua jenis Imsakiyah Rama­dhan, untuk melihat koreksi waktu pada kedua Imsakiyah tersebut.

”Kalau tidak ada koreksi waktu, maka kita bisa melihat atau mempelajari domisili ahli hisab. Kalau ahli hisabnya Zul Efendi, maka ia berdomosili di Bukittinggi. Sedangkan Irsyad Nukman, berdomosili di Pa­dang. Agaknya, untuk kita yang berada di Payakumbuh dan Limapuluh Kota, lebih tepat memakai Imsakiyah de­ngan ahli hisab yang berada di Bukittinggi,” saran Desembri.

Persoalan ini juga ­dapat perhatian serius Dewan Syuro Partai Ke­bang­kitan Bangsa (PKB) Li­ma­puluh Kota, Akmul DS dan berharap, MUI dan Kemenang meniru apa yang dilakukan MUI dan Kemenag Payakumbuh.

20.39 | Posted in | Read More »

Masjid Adat Warisan Tuanku Nan Balimo


Masjid Raya Balai Gadang Mungo punya sejarah panjang. Dibangun tahun 1914 atas gagasan seorang ulama yang wafat karena menunaikan ibadah haji ke-7 di Mekkah, masjid ini pernah mengalami kebakaran hebat. Beruntung, kaum adat yang disebut sebagai Tuanku Nan Balimo, punya semangat baja untuk kembali membangunnya. Seperti apa sejarahnya?

TIDAK ada yang berbeda de­ngan Masjid Raya Balai Gadang Mungo. Ketika dikunjungi Padang Ekspres,Senin (30/7) siang, masjid ini masih berdiri kokoh di Jorong Balai Gadang Bawah, Nagari Mu­ngo, Kecamatan Luak, Kabupaten Li­mapuluh Kota, Provinsi Sumbar. ”Masjid ini masih menjadi masjid tertua di Nagari Mungo,” kata Awiskarni, ketua pengurus Masjid Raya Balai Gadang Mungo.

Menurut Awiskarni, Masjid Raya Balai Gadang Mungo diba­ngun tahun 1914. Masjid ini diba­ngun di atas tanah ulayat nagari atas gagasan dari Haji Badu Ghani, seorang ulama terkemuka di Nagari Mungo yang meninggal dunia di Mekkah ketika melaksanakan iba­dah haji untuk ketujuh kalinya.

Awal dibangun, Masjid Raya Balai Gadang  hanya memiliki lantai dan dinding dari bambu, sedangkan atapnya terbuat dari ijuk. Sehingga tidak heran, bila masjid ini gampang terbakar. Bahkan, saat terjadi mu­sim kemarau panjang di Nagari Mungo tahun 1918, masjid langsung ludes menjadi abu.

Peristiwa itu membuat Haji Badu Ghani bersama para pemuka masyarakat Mungo kaget bukan kepalang Mereka tidak menyangka, masjid yang didirikan dengan nama Masjid Gadang, telah hangus dila­hap api. Walau kaget, Haji Badu Ghani tidak patah arang.

Sekitar setahun setelah pe­ris­tiwa tersebut, Haji Badu Ghani me­ngajak dua kemenakannya, yakni Ha­ji Sultan dan Haji Syarbaini untuk kembali membangun masjid. Agar niat baik itu terlaksana, me­re­ka menggunakan jasa seorang tu­kang bernama Haji Nabi.

Pembangunan masjid untuk yang kedua kali ini juga bertepatan dengan pembangunan Balai Adat. Sehingga, tujuan pembangunan masjid tidak sekadar untuk tempat beribadah. Tapi juga memenuhi syarat menjadikan Mungo sebagai sebuah nagari.

Seperti diketahui, syarat men­di­ri­kan nagari di Minangkabau cukup banyak, selain harus punya balai adat, sebuah nagari harus memiliki masjid. Di samping itu, sebuah nagari harus basosok-bajaramibapandam-bapakuburan dan ba­ta­pian tampek mandi.

Singkat cerita, pembangunan masjid untuk yang kedua kalinya di Nagari Mungo pada tahun 1918, mendapat dukungan penuh dari para pemuka adat. Bahkan, pemuka adat yang disebut sebagai Tuanko Nan Balimo; Imam dari suku Payo­ba­dar, Bilal dari suku Piliang, Malin Ka­yo dari suku Bodi, Malin Marajo dari suku Kampai dan Engku Khatib dari suku Piliang, meminta ma­sya­rakat menggunakan batu sungai sebagai bahan pendirian masjid.

Permintaan Tuanku Nan Balimo itu dilaksanakan masyarakat Mu­ngo, dengan mengangkut batu dari Batang Sinamar yang berjarak ratusan meter dari lokasi pendirian masjid. Setelah batu diangkut, masyarakat bergotong-royong se­cara bergantian, selama hampir dua tahun. Karena saat itu, tidak ada masyarakat Mungo yang ahli me­nyu­sun batu tanpa semen, maka ter­paksa didatangkan tukang dari Pa­yobasuang, Payakumbuh, bernama Mali.

Berkat kegigihan masyarakat bergotong-royong selama dua tahun dan berkat bantuan tukang Mali dari Payobasuang, pembangunan masjid untuk yang kedua kalinya, selesai di Nagari Mungo pada tahun 1920. ”Karena masjid yang diba­ngun lebih besar dari Masjid Ga­da­ng yang terbakar,  maka masyarakat sepakat memberi nama baru, yakni Masjid Raya,” ujar Awiskarni.

Selain disebut sebagai Masjid Raya, masjid ini juga dinamakan sebagai masjid adat, karena atas dorongan para pemuka adat, yaitu Tuanku Nan Balimo. ”Istilahnya adalah, jika di masjid mereka dise­but Rajo Ibadah, maka di balai adat mereka di sebut Rajo Adat,” kata Awiskarni.

Menariknya, meski Masjid Raya Balai Gadang Mungo sudah diba­ngun secara permanen sejak tahun 1920, namun masjid ini baru me­miliki kepengurusan pada tahun 1962. Pengurus masjid pertama dipimpin oleh Saharudin. Se­dang­kan kepengurusan masjid sekarang, di­amanahkan kepada  Awiskarni, Sawir Ahmad dan Rifnaldi.

Sekarang, pengurus Masjid Ra­ya Balai Gadang Mungo, sedang membangun menara setinggi 33 meter, dengan sumber dana dari masyarakat dan bantuan peme­rintah kabupaten.

”Pembangunan menara se­ka­rang sudah 20 persen, tapi beberapa bulan ini terpaksa di­hentikan dulu karena kekurangan biaya,” de­mikian Awiskarni.

20.38 | Posted in , | Read More »

HC Israr Diusulkan Sebagai Nama Jalan


Payakumbuh —Nama tokoh pendiri Kota Payakumbuh HC Israr, diusulkan sebagai nama Jalan ke Kelurahan Nunang. Usulan itu disampaikan niniak mamak-nagari Koto Nan Ompek Y Datuak Banso Dirajo Nan Putiah kepada Tim I Safari Ramadhan Pemko Paya­kumbuh yang berkunjung ke Masjid Gadang, Koto Nan Ompek, pekan lalu.

”Peraturan Daerah tentang nama-nama jalan di Payakumbuh, ada baiknya ditinjau ulang. Misalnya untuk jalan kelurahan dan kecamatan, lebih disesuaikan dengan nama tokoh setempat. Seperti jalan ke Kelurahan Nunang, diberi nama Jalan HC Israr,” ujar Y Datuak Banso Dirajo.

Sekadar diketahui, HC Israr merupakan salah seorang tokoh pendiri Kotamadya Payakumbuh. Semasa perjuangan mem­pe­rebutkan Kemerdekaan Indonesia, putra asli Ke­camatan Guguak, Kabupaten Limapuluh Ko­ta itu, ikut berjuang mengangkat senjata dalam Laskar Fisabillah.

Selain itu, HC Israr merupakan seorang politisi. Dia pernah menjadi ketua PPP dan anggota DPRD Sumbar. Disamping itu, HC Israr juga seorang pelukis, penulis, budayawan dan ulama. Pada zaman sekarang, jarang ditemukan tokoh yang serba-bisa seperti dirinya. Tim 1 Safari Ramadhan Pemko Payakumbuh yang terdiri dari wali kota Josrizal Zain dan 4 anggota DPRD dari Payakubuh Barat, yakni Sudirman Rusma, Maharnis Zul, Zul Amri dan Erlindawati.

20.33 | Posted in | Read More »

Pengusaha Tahu-Tempe Terancam


Payakumbuh —Ke­nai­kan harga kedelai yang terus me­ro­ket sejak menjelang bulan Ra­ma­dhan lalu, membuat para pem­buat tahu dan tempe was-was. Harga kedelai sebelum bulan Ra­madhan yang hanya berkisar an­ta­ra Rp300 ribu sampai Rp320 ribu per karung, sekarang men­capai Rp 400 ribu/karung. Padahal, di awal-awal bulan puasa harga ke­de­lai hanya sampai Rp340 per ka­rung.

Baru memasuki puasa minggu kedua, harga kedelai sudah naik sekitar 15 persen. Kondisi ini mengkhawatirkan pembuat tahu dan tempe yang memakai bahan dasar kedelai. Salah satunya adalah pabrik tahu tempe Tiga Budi yang berada di Kelurahan Kubugadang, Kecamatan Payakumbuh Utara. Pemilik pabrik, Uswati,36, me­ngaku cemas dengan situasi seperti ini.

Uswati menyebutkan, pada saat harga kedelai naik di hari-hari per­tama puasa, dia sudah me­naik­kan harga produksi tahu dan tem­pe­nya 10 persen. ”Ketika kedelai masih berharga Rp 340/karung, saya sudah menaikkan harga tahu tempe. Tahu yang biasanya ber­har­ga Rp 70 ribu/baskom, saya naik­kan menjadi Rp 80 ribu/baskom. Sedangkan tempe saya jual ke pedagang dengan harga Rp 8 ribu/batang, sebelumnya hanya Rp 7 ribu/perbatang,” kata Uswati.

Namun sekarang, saat harga kedelai telah mencapai Rp 400 ribu/karung, perempuan asal Pur­wo­kerto, Jawa Tengah tersebut, mengaku tidak bisa lagi menaikkan har­ga produksi tahu tempe milik­nya. Menurutnya, jika harga kem­bali dinaikkan, para konsumen ta­hu tempe akan berkurang, karena ke­naikan harga produksi pab­rik­nya itu baru berlangsung se­ming­gu.

Uswati terpaksa menempuh jalan lain dengan mengurangi produksi tahu dan tempenya. Walaupun, sekarang dia ke­ban­ji­ran order dari pelanggan terpaksa dia tolak dengan alasan kelangkaan kedelai. Menurut penilaian Uswati sendiri, harga kedelai akan terus naik menjelang lebaran nanti. Jika hal ini terjadi, dia mengaku akan memberhentikan pembuatan tahu dan tempe untuk sementara wak­tu.

”Sekarang saja, saya tidak un­tung dan tidak rugi, hanya kembali modal saja. Jika terjadi kenaikan harga kedelai setelah ini, saya dan keluarga sepakat untuk meng­hentikan produksi tahu dan tempe sementara waktu, sampai harga kedelai kembali normal,” ujar Uswati.

Hal serupa disampaikan  Dar­madi Dt P Batuah, pemilik usaha tahu Urang Awak di Kelurahan Kapalokoto, Nagari Auakuniang, Payakumbuh Selatan. ”Saya ter­pak­sa mengurangi 50 persen pro­duk­si dari biasanya, gara-gara har­ga kedelai yang terus naik,” kata Darmadi ketika dihubungi, Jumat (27/7) lalu.

Tidak hanya mengurangi pro­duk­si, menurut Darmadui, pe­ru­sa­haan­nya juga harus merumahkan separo jumlah pekerjanya.  ”Sejak harga kedele naik dan sulit men­da­patkannya, Saya dengan berat hati harus merumahkan puluhan pekerja. Dari sebelumnya 60 orang, sekarang hanya tinggal 35 pekerja,” ungkapnya. Darmadi mengaku, butuh 7 ton kedele untuk kebutuhan 15 hari.

20.29 | Posted in | Read More »

Padang Tiakar Hilia Minta Jembatan Baru


Payakumbuh —Meski bapak akan meninggalkan Payakumbuh, tapi tolong titipkan kepada pemerintahan yang baru, agar jembatan kami tetap  dibangun. Kami kha­wa­tir harapan ini hanya sebuah mimpi tak ber­wujud.

Demikian harapan jemaah atau ma­sya­rakat Kelurahan Padang Tiakar Hilir, Ke­ca­matan Payakumbuh Timur, kepada Walikota Payakumbuh H. Josrizal Zain, saat memimpin Tim Safari Ramadhan I, di Masjid Darussalam  kelurahan setempat, Jum’at (27/7) lalu.

Keterangan Ketua LPM Padang Tiakar Hilir, Hermanto SY, dan Ketua Badan Kes­wa­dayaan Masyarakat, Ayang, dalam sepuluh tahun terakhir, sejak kepemimpinan Josrizal Zain, cukup banyak pembangunan dialo­ka­sikan di Padang Tiakar Hilir. Mulai dari jalan hotmix sampai ke drainase lingkungan  dan sejumlah fasilitas umum lainnya dengan  nilai milyaran rupiah.

Tapi masih ada satu jembatan lagi yang jadi harapan warga belum terwujud. Jembatan itu me­lintasi Batang Sikali, meng­hubungi Kelu­ra­han Pa­­dang Tiakar Hilir dengan kelurahan tetangga,  Sicincin Hilir.

20.26 | Posted in | Read More »

Ummat jangan Pecah. Soal Imsakiyah yang Berbeda


Payakumbuh —Be­re­darnya dua jenis Imsakiyah Ra­madhan dengan waktu ber­bu­ka yang berbeda di Kota Pa­yakumbuh dan Kabupaten Limapuluh Kota, hendaknya tidak membuat ummat Islam yang melaksanakan ibadah puasa menjadi terpecah-belah. Sebaliknya, ummat Islam mes­ti arif dalam melihat atau membaca imsakiyah.

”Ummat Islam tidak boleh terpecah-belah dalam me­nyi­kapi beredarnya dua jenis Im­sakiyah Ramadhan dengan waktu berbuka puasa yang berbeda,” kata Haji Bustari, Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Payakumbuh ke­tika dihubungi Padang Eks­pres, Senin (30/7) sore.

Menurut Haji Bustari,  Kan­tor Kemenag Payakumbuh sudah memperoleh informasi soal beredarnya Imsakiyah Ramadhan dengan waktu im­sak berbeda dari pengurus Ma­jelis Ulama Indonesia (MUI) Kota Payakumbuh. ”Beberapa hari sebelum berita soal Im­sa­kiyah Ramadhan yang berbeda itu muncul diPadang Ekspres, kami sudah mendapat infor­masi dari MUI,” ucapnya.

Agar persoalan itu tidak berlarut-larut menimbulkan kebimbangan di tengah-te­ngah ummat, Kemenang ber­sa­ma MUI Payakumbuh, be­ren­c­ana menggelar rapat pada Selasa (31/7) ini. ”Kita akan membahas, persoalan Im­sa­kiyah yang berbeda tersebut,” imbuh Bustari.

Rapat diharapkan dapat memutuskan, Imsakiyah Ra­ma­dhan mana yang paling tepat dipakai atau diterapkan di Kota Payakumbuh maupun Kabupaten Limapuluh Kota. Apakah Imsakiyah hasil hisab Zul Efendi (dosen STAIN Sjech M Jamin Djambek Bukit­ti­ng­gi) atau Imsakiyah hasil hisab Irsyad Nukman (Pengadilan Tinggi Agama Sumbar).

”Nanti, keputusan rapat akan kita sampaikan kepada media-massa, termasuk ke­pada radio-radio, agar tidak terjadi lagi perbedaan yang mencolok, dalam menyiarkan waktu berbuka puasa ke masyarakat,” sebut Bustari.

Di sisi lain, anggota Majelis Tarjih dan Dakwah Khusus Muhammadiyah, Desembri P Chaniago, meminta kepada ummat Islam di Kota Pa­ya­kum­buh dan Kabupaten Lima­puluh Kota yang memperoleh dua jenis Imsakiyah Rama­dhan, untuk melihat koreksi waktu pada kedua Imsakiyah tersebut.

”Kalau tidak ada koreksi waktu, maka kita bisa melihat atau mempelajari domisili ahli hisab. Kalau ahli hisabnya Zul Efendi, maka ia berdomosili di Bukittinggi. Sedangkan Irsyad Nukman, berdomosili di Pa­dang. Agaknya, untuk kita yang berada di Payakumbuh dan Limapuluh Kota, lebih tepat memakai Imsakiyah de­ngan ahli hisab yang berada di Bukittinggi,” saran Desembri.

Persoalan ini juga ­dapat perhatian serius Dewan Syuro Partai Ke­bang­kitan Bangsa (PKB) Li­ma­puluh Kota, Akmul DS dan berharap, MUI dan Kemenang meniru apa yang dilakukan MUI dan Kemenag Payakumbuh.

20.25 | Posted in | Read More »

Bantuan Galodo Terus Mengalir


Aurduri —Solidaritas terhadap korban galodo yang melanda 19 kelurahan terus menga­lir. Kepedulian sosial itu ditunjukkan dengan bantuan yang diberikan dermawan, baik secara pribadi maupun organisasi untuk meringankan penderitaan korban banjir bandang.

Partai Demokrat misalnya, menyalurkan bantuan berupa material bangunan dan perala­tan rumah tangga yang menjadi kebutuhan para korban. Penyerahan bantuan dilakukan Ketua DPD Partai Demokrat Sumbar Josrizal Zain.

“Selain menyerahkan bantuan dari Pemko Payakumbuh, saya juga menyerahkan bantuan dari DPD dan DPC Partai Demokrat. Pemko Payakumbuh membantu Rp 40 juta. Sedangkan Partai Demokrat Rp 30  juta,” ujar Josrizal.

“Saya juga mengajak kader Demokrat di DPRD Pa­dang dan DPRD Sumbar serta teman-teman koa­lisi menyuarakan percepatan norma­lisasi su­ngai, agar tidak terjadi galodo lebih besar lagi,” tambahnya.

Hari pertama bencana, Partai Demokrat sudah memberikan bantuan logistik. Setelah dilakukan inventarisasi, Partai Demokrat memutuskan memberikan bantuan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. “Bentuk bantuan yang kami salurkan material bangunan, matras,  peralatan dapur, kain, sajadah dan sarung,” kata Ketua DPC Partai Demokrat Padang Januardi Sumka.

Sementara DPW Partai Pe­r­sa­tuan Pembangunan ( PPP) Sumbar, mengerahkan 8 am­bulans ke lokasi bencana. “PPP sudah punya tim penang­gula­ngan bencana bernama PPP Peduli. Delapan ambulans siap turun 24 jam ke masyarakat. Tidak di saat musibah saja, tadi setiap waktu jika dibutuhkan,” ujar Ketua DPP PPP sekaligus anggota DPR RI, Epyardi Asda.

Ambulans dari PPP Peduli men­datangi tujuh lokasi yang ter­parah diterjang galodo. Se­per­ti di Banuaran, Taran­tang, Be­ri­ngin, Limaumanih Selatan, Ba­tu­busuk dan Tabing Banda Gadang.

PPP juga membantu logis­tik dan uang untuk membeli hidangan berbuka dan sahur. “Kita juga memberikan sa­rung.” ujarnya.

Fans Club Bantu Korban

Fans Club RRI Padang ber­sama segenap karyawan RRI mendatangi Kampung Durian Aurduri dan RT 02 RW 01 Sawahliat, Padangbesi. Ban­tu­an diberikan berupa semba­ko, pakaian, uang tunai Rp 10 juta.

“Daerah ini dipilih berdasar laporan dari fans atau pen­dengar RRI yang ikut interaktif dalam siaran. Setelah menda­patkan informasi itu, lalu disur­vei ke lapangan. Setelah dapat kepastian, baru ditetapkan sebagai daerah yang dibantu,” kata Ketua Umum Fans Club RRI Padang, Erisman kepada wartawan. Kepala RRI Padang,  Eddy Supakat mengatakan, daerah yang dibantu disiarkan secara live di Pro 3 FM. 

Secara terpisah, lembaga Keuskupan Padang Peduli HOSD-St Edigio menyalurkan bantuan di Limaumanih. Ban­tuan berupa air mineral dan peralatan mandi yang diserah­kan ke Posko Kodim 0312 WBR itu diserahkan oleh Koordin­a­tor HOSD, Iwan dan diterima Pasi Ops Kapt Inf Sucipto.

“Diharapkan dengan ban­tuan ini dapat mengurangi beban penderitaan korban banjir bandang. Sekaligus, mengurangi kekurangan pa­sokan air minum,” kata Iwan.

Pasi Ops Kapt Inf Sucipto me­ngatakan, pendistribusian ber­dasar kategori kerusakan ru­mah dan penghuninya agar merata.

KNPI Bantu Korban

DPD Komite Nasional Pe­mu­da Indonesia (KNPI) Sum­bar juga turut membantu air mineral dan pakaian pada kor­ban galodo di RT 02/RW 04 Kampung Lapai, Nanggalo, Minggu (29/7).  Bantuan dise­rahkan Ketua DPD KNPI Sum­bar, Adib Alfikri.

Kepala Dinsosnaker Pa­dang, Hariadi Dahlan yang juga Ketua Pengelola Beras Geng­gam mengatakan, hingga Jum­at (27/7), sisa beras geng­gam di gudang Dinsosnaker tinggal dua ton. Stok beras genggam ini juga digunakan untuk mem­bantu korban galodo.

“Sudah 6 ton beras geng­gam disalurkan pada korban ga­lodo. Sehari setelah banjir ban­dang, Dinsosnaker lang­sung men­dirikan dapur umum,” ulasnya.

Saluran Irigasi Dibersihkan

Lain halnya dilakukan Ge­ra­­­kan Rakyat Indonesia Baru (GRIB) Sumbar, mela­kukan go­tong-royong membersihkan selo­kan yang tertutup material galodo.

Sekretaris DPD GRIB Sum­bar, Jimmy J Luthan menga­takan, selokan yang dibersih­kan merupakan salah satu sumber air warga sekitar. Aki­bat galodo, selokan tersumbat oleh material banjir.

Sementara itu, Ketua Forum Pemuda Peduli Bersama (FPPB) Sumbar,  Wewen Fer­nando, Sabtu (28/7), mendis­tribusikan bantuan sembako ke posko bencana berupa beras 10 karung, air mineral 5 dus, telur 39 papan, pakaian layak pakai 4 karung, mi instan 25 dus dan jenis bantuan lainnya.

Secara terpisah, Pimpinan Cabang Satuan Relawan Indonesia Raya (Satria) Gerindra Padang, Muhammad Fauzi menyerahkan 30 kardus mi instsan, 30 karung beras dan 20 karung gula pasir dan satu karung pakaian. Bantuan itu diserahkan ke Lurah Tabing Banda Gadang, Nanggalo, Yu­helmi.

17.33 | Posted in | Read More »

Imsakiyah Ramadhan Bimbangkan Ummat


Payakumbuh —Imsakiyah Ramadhan yang beredar di Kota Pa­yakumbuh dan Kabupaten Lima­puluh Kota, membuat bimbang sebagian ummat Islam. Majelis Ulama Indonesia (MUI) bersama Kantor Kemen­terian Agama (Kemenag) dan ormas Is­lam pada kedua daerah, perlu meng­gelar mudzakarah untuk mem­bahas hal ini, mengingat waktu ibadah puasa ma­sih tersisa sekitar 20 hari lagi.

Pantauan Padang Ekspres pada sejumlah kelurahan di Kota Payakum­buh dan sejumlah nagari di Kabupaten Li­mapuluh Kota, masyarakat yang men­jalankan ibadah puasa, memiliki atau memperoleh dua jenis imsakiyah Ra­madhan. Imsakiyah pemberian ber­bagai toko, perusahaan, organisasi, maupun partai politik itu, dipasang warga  di rumah ataupun di masjid, surau dan mushala.

Kedua imsakiyah Ramadhan yang di­peroleh warga Payakumbuh dan Li­mapuluh Kota itu, dihisab oleh dua ahli hisab berbeda. Imsakiyah perta­ma, merupakan imsakiyah yang yang di­hisab oleh Drs Zul Efendi, M.Ag (do­sen STAIN Sjech M Djamil Djam­bek Bu­kittinggi). Sedangkan Imsakiyah ke­dua, merupakan imsakiyah yang d­i­hisab oleh Irsyadi Nukman, (Penga­dilan Tinggi Agama Pro­vinsi Sumatera Barat).

Dalam kedua imsakiyah, waktu un­tuk imsak (menahan) nampak tidak ter­lalu berbeda. Seperti dalam sepuluh ha­ri puasa pertama, sama-sama dimu­lai antara pukul 04.51 WIB sampai pu­kul 04.52 WIB. ”Kalau untuk waktu im­sak, tidak terjadi perbedaan men­colok. Baik yang dihisab oleh Zul Efendi maupun yang dihisan oleh Irsyadi Nukman,” kata seorang garin Masjid di Payakumbuh.

Hanya saja, untuk waktu berbuka atau waktu Maghrib, terjadi perbedaan cu­kup mencolok. Dalam Imsakiyah Ra­madhan yang dihisab Zul Efendi, wak­tu berbuka pada awal Ramadhan, ter­tulis pukul 18.32 WIB. Sedangkan da­lam Imsakiyah yang dihisab oleh Ir­syadi Nukman, waktu berbuka pada awal Ramadhan, tertulis pukul 18.30 WIB.

Pada sebagian besar masyarakat yang menanti waktu berbuka dari alat p­e­­­ngeras suara di masjid atau mushalla, perbedaan waktu berbuka d­a­­lam dua imsakiyah Ramadhan, mung­­kin tidak sem­pat menjadi per­ha­tian. Tapi, bagi masy­arakat yang m­e­nan­ti waktu ber­bu­ka dengan men­de­ngar radio, per­be­daan itu akan menjadi perhatian serius.

”Pada salah satu radio di Payakum­buh, waktu masuk shalat maghrib sudah diumumkan pukul 18.30 WIB. Se­­dangkan pada radio lain, waktu ma­suk sholat Maghrib atau berbuka di­umumkan sekitar pukul 18.32 WIB. Ini, tentu membuat kita sedikit ragu atau bimbang,” kata Isman, salah se­orang pendengar radio di Kota Paya­kumbuh.

Hal serupa disampaikan Endang, warga Limapuluh Kota. ”Di kampung saya, ada mushala dan masjid yang ber­dekatan. Di mushala, garinnya me­nyiarkan waktu berbuka, dengan me­nyetel salah satu radio yang dipan­car­kan di Payakumbuh. Sedang­kan di Mas­­jid, garinnya menyiarkan waktu ber­­buka, dengan menyetel radio yang di­pancarkan dari Harau. Kondisi ini, me­m­buat saya agak ragu, dalam me­nentukan waktu berbuka,” ucap­nya.

Penasaran dengan pengakuan En­dang dan sejumlah warga, Padang Eks­pres dalam dua hari terakhir juga menyetel tiga radio yang ada di Kota Pa­ya­kumbuh dan Kabupaten Limapu­luh Ko­­ta, dalam waktu bersa­maan. Ter­nya­ta, memang ada radio yang me­ngu­mum­­kan waktu berbuka, lebih cepat dua me­nit dari radio yang lain. Ini dika­re­nakan, radio itu berpatokan ke­pada dua Imsakiyah Ramadhan yang berbe­da.

Khusus untuk radio Harau FM, me­ngumumkan waktu Shalat Maghrib atau berbuka, lebih lambat dua menit dari salah satu radio di Paya­ku­m­buh. Hal ini, menurut krew radio Ha­­rau, Daira Suraswati dan YM Dallu Awartha, terjadi karena radio Harau ber­patokan kepada Imsakiyah Ramadhan yang dihisab oleh Zul Efendi.

”Kita, memperoleh dua imsakiyah ber­beda. Yang satu, dihisab oleh Zul Efendi. Yang satu lagi, dihisab oleh Ir­syad Nukman. Karena sempat ragu, apa­lagi ini menyangkut ibadah dan wak­­tu berbuka, kita sempat tanya ke­pada Buya Mismardi, ketua MUI Payakumbuh. Beliau, lebih cenderung memakai imsakiyah hasil hisab Zul Efendi, makanya kita ikuti pula saran beliau,” ujar Daira Suraswati.

Terlepas dari itu, para praktisi radio di Kota Payakumbuh dan Kabupa­ten Limapuluh Kota sangat setuju, apa­bila MUI ataupun Kantor Kemen­te­rian Agama dan pengurus Ormas Islam yang ada pada kedua daerah, du­duk semeja untuk membahas perbe­daan waktu berbuka puasa pada dua Im­sakiyah. Kemudian, menetapkan sa­lah satu waktu untuk disiarkan di radio.

”Mungkin, ada baiknya begitu un­tuk penyeragaman. Apalagi, siaran dari ra­dio, menjadi acuan bagi seba­gian mas­yarakat atau pengurus masjid dan mushalla, untuk menentukan wak­­tu ber­buka. Tapi, ini tentu kita se­rahkan ke­pada para ulama dan ke­men­terian aga­ma. Sebab, ulama lah yang lebih tahu, mengenai masalah um­mat ini,” kata  Daira yang akrab disapa Mbak Dea.

17.32 | Posted in | Read More »

Tiga Warung Kelambu Digerebek


Payakumbuh —Tiga warung ke­lambu yang menjual makanan dan mi­numan pada siang hari di bulan Ra­madhan, digerebek personel Tim 7 Pa­ya­kumbuh (gabungan Satpol PP, TNI, Pol­ri dan Polisi Militer), sepanjang Ka­mis (26/7) siang.

Ketiganya adalah warung milik Yon­ni, 33, yang berada di sisi Barat jem­batan Ra­tapan Ibu, kawasan pasar Ibuah. Ke­mudian warung milik Jon, 50 dan Adri, 40, yang terletak di jalan ling­kar uta­ra bagian luar, persisnya di ka­wasan Subarang Batuang.

Ketua Harian Tim 7 Payakumbuh yang juga  Kepala Satpol PP Fauzi Fi­r­daus mengatakan, razia terhadap wa­r­­ung kelambu yang menjual mak­a­nan dan minuman pada siang hari di bulan Ra­madhan, dilakukan pihaknya untuk me­negakkan Perda Nomor 01 tahun 2003 tentang Pencegahan, Penindakan dan Pemberantasan Penyakit Mas­yarakat.

”Mereka yang berjualan atau menye­dia­kan makanan dan minuman pada siang hari di bulan Ramadhan, berarti me­langgar pasal 3 (b), Perda Nomor 1 ta­hun 2003. Terhadap mereka yang me­langgar ini, akan menjalani sidang Ti­piring di Pengadilan Negeri Paya­kum­buh Selasa (31/7) mendatang,” kata Fauzi Firdaus didampingi Ipda Y Darwis dari Polres Payakumbuh.

Pantauan Padang Ekspres, razia atau penertiban warung kelambu pada Ka­mis siang, diawali Tim 7 dari kawasan pa­sar Ibuah. Tim yang mendapat lapo­ran dar masyarakat, menggerebek wa­rung milik Yoni yang berada di pinggir Ba­tang Agam Ibuah.

Di warung tersebut, Tim 7 yang di­pim­pin Kasatpol Fauzi Firdaus bersa­ma Ip­da Y Darwin, mendapati puluhan le­laki tengah asyik menikmati nasi putih ber­sama kalio daging dan sambal lado petai.

Tidak itu saja, Tim 7 juga mene­mu­kan minuman keras jenis tuak seba­nyak 4 jeriken. Rupanya, selain menjual ma­kanan dan minuman, pemilik wa­rung Yonni juga menjual tuak pada bulan puasa Ramadhan.

”Selain ada minuman tuak, di wa­rung dekat jembatan Ratapan Ibu itu, kita juga menemukan tv karaoke. Ter­nya­ta, pengunjung yang masuk ke wa­rung itu, bisa sekalian bernyanyi,” ujar Fauzi.

Setelah mengamankan tuak, gelas, pi­ring, nasi dan sambal sebagai barang-buk­ti, personel Tim 7 meninggalkan warung milik Yanni di kawasan Ibuah, me­nuju jalan lingkar luar bagian Utara.

Di jalan lintas Sumbar-Riau ter­sebut, Tim 7 mendapati dua warung nasi dan warung kopi yang melayani penge­mu­di truk bertonase besar. Warung mi­lik Jon dan Andri tersebut, akhirnya ikut men­jadi sasaran penertiban Tim 7.

Selepas razia tersebut, Fauzi Firdaus di­dampingi Kepala Tata Usaha Satpol PP Erizon, menyebut, bahwa Tim 7 akan te­r­us melakukan operasi penertiban wa­rung kelambu, selama bulan suci Ra­madhan. Selain itu, akan dilakukan pula razia mercon.

Khusus untuk razia warung kelambu yang dilakukan Tim 7 sepanjang Kamis siang, dinilai sejumlah pihak masih te­bang-pilih. ”Yang menjual makanan dan mi­numan di pusat kota, mestinya juga dirazia. Jangan hanya berani di ka­wasan ping­giran,” kata Abu Zaki, seorang warga Payakumbuh.

Menanggapi persoalan itu, Kasatpol PP Fauzi Firdaus menegaskan, akan melakukan tindakan penertiban yang sama.

22.17 | Posted in | Read More »

402 Qori-Qoriah Bertarung. Gubernur Buka MTQ ke-35


Limapuluh Kota —Sebanyak 402 qori-qoriah mengikuti Musabaqah Tila­watil Quran (MTQ) ke-35 ting­kat Kabupaten Limapuluh Ko­ta di Kecamatan Luak, mulai Senin (25/6) sampai Kamis (28/6) mendatang. Sebelum berlomba pada 11 tempat yang sudah dipersiapkan, para qo­riah-qoriah bersama ribuan ma­syarakat mengikuti acara pembukaan MTQ di lapangan Merah, Nagari Andaleh.

Acara pembukaan yang dihadiri Gubernur Sumbar Irwan Prayitno, Bupati Lima­pu­luh Kota Alis Marajo, Wakil Bupati Limapuluh Kota Asyir­wan Yunus, anggota DPRD Sum­bar Syamsul Bahri Yahya, Wakil Ketua DPRD Limapuluh Kota Safarudin Dt Bandaro Rajo dan sejumlah pejabat tersebut, berlangsung sangat meriah.

Sebelum pembukaan ber­lang­sung, ribuan qori-qoriah, offisial, dewan hakim, ma­sya­rakat dan pelajar, sempat me­ngi­kuti pawai taaruf atau pa­wai perkenalan.

Pembukaan MTQ ke-35 juga diwarnai dengan penam­pi­lan tarian massal, tari pa­sam­bahan dan paradedrumb band yang melibatkan anak-anak muda dari sejumlah se­ko­lah dan 4 nagari di Ke­ca­ma­tan Luak, yakni Nagari An­da­leh, Nagari Sikabu-kabu Tan­juang Haro Padang Panjang, Na­gari Mungo dan Nagari Sungaikamuyang.

Gubernur berharap, MTQ ke-35 Kabupaten Limapuluh Kota, dapat menjadi salah satu bentuk penyampaian nilai-nilai Al Quran ke tengah ma­syra­kat. ”Dengan MTQ ini kita ha­rapkan, terbentuk ma­sya­ra­kat berakhlak mulia yang da­pat meningkatkan pemba­ngu­nan di daerah kita,” kata Irwan.

Bupati Limapuluh Kota Alis Marajo menyebut, MTQ ke-35 merupakan wujud da­ri program Pemkab Li­ma­puluh Kota bersama segala unsur masyarakat, dalam me­­ning­kat­kan kualitas hi­dup ma­sya­rakat di bidang agama. “MTQ juga digelar untuk me­wu­jud­kan nilai-nilai luhur yang ada di da­lam Al Quran,” kata Alis.

Pada MTQ ke-35 ini, kata ketua panitia, Desembri P Chaniago, digelar 12 cabang perlombaan mulai dari anak-anak sampai dewasa. Yaitu, Tilawatil Quran, Hifzil Quran, Fahmil Quran, Syahril Quran, Khutbah Jumat dan Azan, Kitab Standar, Bintang Ka­sidah dan kisah Nabi, Asmaul Husna, M2KQ, Tilawah Ta­man Kanak-kanak, Tartil Quran. 

13.19 | Posted in , , | Read More »

Gubernur Nyatakan Bencana Provinsi


PEMPROV Sumbar menetapkan mu­sibah galodo atau banjir bandang di Pa­dang, Selasa (24/7) sebagai bencana dae­rah. Pemprov juga sudah mene­tap­kan masa tanggap darurat selama se­bulan ke depan. Masa tanggap daru­rat ini dapat diperpanjang, sesuai kebutu­han masyarakat.

”Surat keputusan (SK)-nya dikeluar­kan provinsi dan kota. Tidak tertutup ke­mungkinan masa tanggap darurat di­per­panjang sesuai kebutuhan,” ujar   Gubernur  Sumbar Irwan Pra­yit­no saat rapat koordinasi pe­nang­gulangan banjir bandang de­­n­gan Direktur Jenderal Rehab-Rekon Badan Nasional Pe­nanggulangan Bencana (BNPB) Har­mensyah, seluruh satuan ker­ja perangkat daerah (SKPD) dan seluruh muspida, di Gu­ber­nuran, Rabu (25/7).

Gubernur meminta SKPD ter­kait mendata seluruh keru­sa­kan dan kerugian akibat banjir ban­dang. “Saya minta seluruh in­frastruktur rusak, rumah mas­ya­ra­kat dan kerugian-kerugian lain­­nya didata. Jangan ada yang ter­cecer. Datanya yang validlah,” ka­tanya.

Belajar dari musibah Pa­dang, Gubernur juga meng­im­bau 13 kota/kabupaten yang di­nyatakan rawan bencana me­ning­­katkan upaya mitigasi. Lang­­kah mitigasi dapat dila­ku­kan melalui pemetaan zona ke­rentanan gerakan tanah, serta pemantauan gerakan tanah.

Ke-13 daerah itu adalah Pa­dang, Solok, Solok Selatan, Pe­sisir Selatan, Sawahlunto, Sijun­jung, Padangpariaman, Tanah­datar, Bukittinggi, Agam, Pasa­man dan Limapuluh Kota.
Dalam kesempatan itu, Dir­jen Rehab-Rekon BNPB, Har­men­syah meminta gubernur dan wali kota secepatnya menge­luar­­kan SK tang­gap darurat agar se­gera di­buka posko utama me­nang­gu­langi korban banjir ban­dang.

Mantan kepala BPBD Sum­bar ini mengaku belum dapat me­rinci bantuan yang akan di­be­rikan pada korban galodo Pa­dang, karena masih melakukan verifikasi. “Saya belum turun ke lokasi. Habis rapat inilah saya akan langsung turun ke lokasi,” ucapnya.

Kepala Dinas Pengelolaan Sum­ber Daya Air (PSDA) Sum­bar, Ali Musri menduga galodo disebabkan jarak hulu air di Bu­kit Barisan dengan laut sangat pen­dek. Kondisi tersebut diper­pa­rah dengan jebolnya kantong-kan­tong air di atas bukit, se­hing­ga aliran Batang Kuranji ti­dak mampu menahan luapan air.

“Kita perlu menginventarisir su­ngai-sungai yang mengalami ke­rusakan. Dari hasil inven­tarisir itulah, baru kita gunakan un­tuk mengambil langkah-lang­kah penanganan terhadap nor­ma­lisasi sungai,” ujarnya.

Wali Kota Padang, Fauzi Ba­har saat itu mengusulkan agar se­­cepatnya dibuka dapur umum. “Ada empat lokasi untuk da­pur umum; di Nanggalo de­ngan melibatkan unsur Ba­talyon, di Limaumanih meli­bat­kan Brimob, di Lubukbegalung di­bantu Marinir dan di Pauh oleh Angkatan Udara,” katanya.

Selama masa tanggap daru­rat, Pemko melalui BNPB ber­jan­ji mengganti ternak warga yang mati. Selain itu, melakukan per­­baikan jalan-jalan ling­ku­ngan yang rusak.
Untuk air bersih, Fauzi men­ja­min penyaluran air PDAM da­pat diaktifkan kembali mulai Ka­mis (26/7). Pemko juga menye­dia­kan tenda-tenda darurat bagi kor­ban galodo dan logistik. “Ban­j­ir bandang kemarin, didu­ga kuat akibat illegal logging. Jika masyarakat melihat illegal logging, tolong diinformasikan. Saya akan berikan insentif Rp 500 ribu bagi pelapor. Saya akan merahasiakan nama si pelapor  tersebut,” tegasnya.

Kepala BPBD Padang Dedi He­nidal mengatakan, data se­men­­tara BPBD Padang men­ca­tat, korban luka-luka akibat ban­jir mencapai 646 orang. Semen­tara rumah terendam mencapai 448 unit. Kerusakan lain, ter­gang­gunya air bersih, dan ru­sak­nya jalan raya kampus Unand se­kitar 150 meter. “Itu data se­mentara kami,” katanya.

Wagub Sumbar Muslim Ka­sim ketika meninjau lokasi ga­lodo di Padangbesi, meng­intruk­sikan Dinas Prasjal Tar­kim Sum­bar segera melakukan nor­ma­li­sasi aliran sungai Lubuk­kila­ngan dan Batang Kuranji, serta men­siagakan alat-alat berat di  seki­tar lokasi bencana. “Harus di­laku­kan pengerukan sungai agar ti­dak meluap ke per­mukiman. Sa­­ya juga menduga ini akibat ma­raknya illegal logging,” kata­nya.

BPBD Sumbar telah mem­bantu 500 lembar kain sarung, 500 lembar, 500 kaleng maka­nan siap saji, serta nasi bungkus un­tuk sahur 1.000 bungkus. “To­tal bantuan yang akan kami sa­lurkan itu 80 juta,” katanya.

13.18 | Posted in , | Read More »

70 Kg Ganja Disita, 2 Kurir Dibekuk


Payakumbuh —Satuan Nar­­­ko­ba Polresta Payakumbuh meng­ga­­galkan pengiriman 70 kilogram gan­­ja kering dari Desa Penampaan, Ke­­camatan Blangkejeren, Kabupaten Ga­­yolues, Provinsi Nangroe Aceh Da­russalam ke Payakumbuh dan Lima­puluh Kota, Minggu (24/7) malam.

Tidak cuma meng­gagal­kan pengiriman dan tran­saksi 70 kg ganja, Sa­tuan Nar­koba Polresta Paya­kum­buh yang di-back up Satuan Re­serse dan Kriminal, ber­hasil pula meringkus dua pria yang membawa mari­yuana dari Aceh menuju Payakumbuh de­ngan Kijang Kapsul BK 1739 DM.

“Kedua pria itu Syamsul Bahri, 26, dan Herman, 24. Mereka dari  Desa Pe­nampaan, Kecamatan Blangke­jeren, Nangroe Aceh Darus­sa­­lam,” kata Kapol­resta Pa­ya­kumbuh AKBP Ru­bintoro Su­hada di­dam­pingi Wa­ka­polres Kom­pol Heri P dan Ka­sat Narkoba Iptu Adrian R Lubis kepada wartawan, Se­nin (25/6).

Sampai kemarin siang, Syamsul dan Herman masih men­jalani pemeriksaan di ruang Sat­narkoba Polres Payakum­buh. Polisi me­n­duga mereka meru­pa­kan anggota sin­dikat penge­dar nar­koba lintas pro­vinsi. Namun, Syamsul yang berba­dan gempal tapi sedikit tuli dan Her­man yang bertubuh kecil, me­ngaku hanyalah sebagai kurir.

”Kami disuruh seseorang yang bia­sa kami panggil Wan, me­ngantar­kan barang (ganja) kepada PS (pa­sien atau pemesan) di Payakumbuh.
Untuk itu, kami dibayar Rp 3,5 juta, termasuk biaya rental mobil,” ujar Syamsul Bahri dan Herman kepadaPadang Ekspres, di Mapolres Payakumbuh, Minggu malam.

Kendati mengaku hanya mendapat tugas sebagai kurir, tapi Syamsul dan Herman, tidak tahu kepada siapa ganja yang mereka bawa akan diserahkan. “Kami tidak tahu, siapa dan di mana alamat pemesan. Sebab, pemesan berkomunikasi langsung dengan orang yang menyuruh kami. Nanti, orang yang menyuruh kamilah yang memberi petunjuk,” sebut mereka.

Syamsul dan Herman berangkat dari Aceh ke Sumbar sejak Sabtu (24/6) malam lewat Medan-Pasaman-Bukittinggi. “Sampai di Bukittinggi, kami mendapat perintah untuk mengantar barang ke Payakumbuh. Kami tidak tahu Payakumbuh dan banyak bertanya di jalan,” ucap Herman.

Dalam perjalanan dari Bukittinggi ke Payakumbuh, kedua pria itu mendapat ’perintah’ dari Aceh, untuk mengantar barang ke sebuah warung kosong di jalan raya Bukittinggi-Payakumbuh, persisnya di Jorong Batutanyuah, Nagari Koto Tangah Batu Ampa, Kecamatan Akabiluru, Limapuluh Kota, atau sekitar 750 meter setelah PLTA Batang Agam dan 150 meter dari simpang empat Batu Ampa.

Setiba di warung kosong tersebut, Syamsul dan Herman, ternyata tidak bertemu dengan pemesan ganja, melainkan bertemu dengan anggota Satuan Narkoba Polres Payakumbuh yang sedang menyamar. “Jangan bergerak, kalian ditangkap,” teriak sejumlah polisi berseragam preman. Syamsul dan Herman pun tidak berkutik. Mereka menyerah.

Dari mobil Kijang kapsul yang sudah dimodifikasi kedua kurir untuk mengibuli polisi, awalnya ditemukan 18 paket ganja kering seberat 18 kg. Ganja tersebut di antaranya disimpan pada celah dinding dalam dan dinding luar mobil. Selain itu, ada pula ganja yang disimpan dalam ban serap dan di bagian bawah mobil.

Setelah berhasil diamankan di hadapan Kepala Jorong Batutanyuah Masrizal dan Ketua Pemuda Koto Tangah Batu Ampa Afdal, sebanyak 18 kg ganja bersama kedua kurir pengantar dan mobil yang digunakan, langsung digelandang anggota Satnarkoba dan Satreskrim ke Mapolresta Payakumbuh.

Beberapa jam kemudian, polisi mulai melakukan pemeriksaan terhadap Syamsul dan Herman yang sudah diberi makan dan kopi. Dari hasil pemeriksaan itulah diketahui kalau kedua kurir sempat membuang dan menyimpan ganja, pada salah satu tempat dekat lokasi mereka digerebek.

Tanpa menunggu lama, anggota Satnarkoba pun bergegas ke jalan raya Bukittinggi-Payakumbuh untuk menjemput barang bukti tambahan. Ternyata, di lokasi ditemukan lagi ganja kering sebanyak 52 kg. Dengan demikian, total barang-bukti yang didapat polisi mencapai 70 kg.

Informasi yang beredar, kedua kurir ganja beserta bandar mereka dari Aceh, sejak awal sebenarnya bukan berkomunikasi dengan pengedar ganja dari Payakumbuh, tapi berkomunikasi langsung dengan polisi yang menyamar. Namun, polisi tidak memberi keterangan terkait hal tersebut.

“Tersangka sudah lama menjadi target operasi kita. Pada intinya, kita jajaran Polres Payakumbuh, komit dengan perintah Kapolda Sumbar menjadikan Sumbar zero narkoba. Sekarang, kasus ini masih dikembangkan,” ujar AKBP Rubintoro Suhada didampingi Iptu Adrian R Lubis.

13.17 | Posted in , | Read More »