Laksanakan Segera Reforma Agraria
Ratusan aktivis petani se dunia berkumpul di Bukittinggi dan Payakumbuh dari tanggal 10-15 Juli. Mereka adalah anggota La Via Campesina, yaitu organisasi petani yang mewadahi 170 organisasi petani di 70 negara dengan 200 juta jiwa anggota. Organisasi ini dipimpin oleh Ketua Umum Serikat Petani Indonesia Henry Saragih. Mereka membahas pembaruan agraria yang dianggap merupakan solusi untuk mewujudkan kedaulatan pangan.
Setelah menggelar lokakarya, para petani mengikuti Seminar Reforma Agraria Abad 21 yang digelar di Balai Sidang Bung Hatta, Bukittinggi pada, kemarin(14/7).
Hari ini rangkaian acara akan ditutup dengan perayaan peringatan hari lahir SPI ke-14 di Jorong Sibaladuang, Nagari Sungai Kamuyang, Kecamatan Luhak, Kabupaten Limapuluh Kota. Utusan Khusus Presiden Bidang Penanggulangan Kemiskinan HS Dillon, Gubernur Irwan Prayitno dan Bupati Limapuluh Kota Alis Marajo dijadwalkan menghadiri acara tersebut.
Wartawan Padang Ekspres Hijrah Adi Sukrial berkesempatan mewawancarai Ketua SPI Sumbar Sukardi Bendang yang terkenal vokal memperjuangkan hak-hak petani di Sumbar.
Berikut hasil petikan wawancaranya.
Menurut Anda, Apa permasalahan yang sering dihadapai petani Sumbar dewasa ini?
Banyak hal yang dihadapi petani Sumbar dewasa mulai ketergantungan bibit, pupuk hilang ketika petani membutuhkan, harga yang dikendalikan tengkulak, dan kekurangan lahan pertanian. Penelitian pada beberapa daerah di Sumatera Barat menunjukan penyebab kemiskinan rakyat selain sulitnya mengakses modal dan kurangnya keterampilan, juga disebabkan oleh kurangnya penguasaan lahan untuk pertanian pangan.
Kekurangan tanah dalam tataran ideal tidak mungkin terjadi dalam masyarakat Minangkabau karena menganut sistem kekeluargaan dengan kepemilikan tanah ulayat, namun pola penguasaan tanah di Sumatera Barat berubah seiring waktu dimana kekayaan alam mulai terkonsentrasi di tangan sedikit perusahaan dan elit lokal.
Sementara pasar-pasar di penuhi oleh pangan dan buah-buahan impor, Indonesia bercorak agraris namun untuk memberi makan penduduknya pemerintah harus mengimpor pangan.
Kira-kira apa yang menyebabkan hal itu bisa terjadi?
Petani selalu ketergantungan pada penggunaan bibit produksi perusahaan transnasional, sementara pemerintah kurang mendorong dibangunnya penangkaran bibit di tingkat petani. Tidak jarang ketika musim tanam terjadi kelangkaan bibit. Sumbar terburuk di Indonesia dalam hal pendistribusian pupuk bersubsidi, pendistribusiannya di serahkan pada pengusaha lokal dan oknum partai politik. Sementara pemerintah juga kurang mendorong lahirnya koperasi-koperasi petani agar petani tidak selalu tergantung pada tengkulak.
Penggunaan lahan besar-besaran untuk perkebunan besar berakibat lahan hanya terkonsentrasi dan dikuasai oleh sedikit perusahaan dan elit lokal. Arah pembangunan perkebunan Pemerintah Provinsi Sumatera Barat yang menargetkan volume ekspor komoditi minyak kelapa sawit daerah dalam lima tahun ke depan (2011-2015) secara bertahap meningkat menjadi 1.010.645 ton setelah 795.450 ton di tahun 2009, ini ancaman untuk semakin merapuhkan kedaulatan pangan di Sumbar.
Misalnya pembangunan perkebunan kelapa sawit di Pasaman Barat telah menggunakan lahan yang sangat luas dan mengalih fungsikan sawah produktif lebih kurang 15 ribu hektar kurun waktu 1990 –2007. Data penerima Raskin Sumbar 2011 menempatkan Pasaman Barat pada urutan kedua. Artinya perkebunan skala besar tidak secara otomatis mengangkat ekonomi sebagian besar penduduknya.
Lalu menurut Anda apa solusinya?
Pemerintah harus mendorong berdirinya pusat-pusat penangkaran bibit di tingkat petani, membangun infrastruktur pertanian rakyat, menyerahkan pendistribusian pupuk bersubsidi kepada koperasi ataupun Gapoktan. Bahkan tak tertutup kemungkinan Bulog dilibatkan dalam pendistribusian pupuk bersubsidi.
Pemerintah juga harus menghidupkan kembali koperasi-koperasi pedesaan yang dikelola secara profesional untuk melepaskan ketergantungan petani pada tengkulak.
Untuk mengatasi kekurangan lahan pemerintah harus menuntaskan pendataan dan pendistribusian tanah terlantar kepada petani. Tanah terlantar yang dimaksud disini adalah tanah yang sudah diberikan hak atas nya namun ditelantarkan (PP 11 tahun 2010), tanah terlantar ini keberadaannya sangat luas di Sumatera Barat, misalnya tanah bekas HGU, bekas hak erfah, HGU yang ditelantarkan, Hutan Tanaman Industri yang ditelantarkan juga semestinya di konversi menjadi lahan pertanian pangan yang dikelola rakyat.
Terdapat beberapa prasyarat utama untuk membangun kedaulatan pangan, antara lain adalah: (1) Pembaruan Agraria Sejati; (2) Adanya hak akses rakyat terhadap pangan; (3) Penggunaan sumber daya alam secara berkelanjutan; (4) Pangan untuk pangan dan tidak sekadar komoditas yang diperdagangkan; (5) Pembatasan penguasaan pangan oleh korporasi; (6) Melarang penggunaan pangan sebagai senjata; (6) Pemberian akses ke petani kecil untuk perumusan kebijakan pertanian.
Persoalan agraria merupakan persoalan mendasar tidak hanya di Indonesia bahkan dunia, perampasan tanah oleh korporasi terus terjadi (land grabbing). Untuk menganalisa dalam konteks global, dinamika serta tuntutan di tingkat lokal mengenai krisis agraria hari ini, SPI menyelenggarakan Konferensi dan Seminar Agraria Internasional di Bukit Tinggi tanggal 10–14 Juli 2012. Kegiatan ini diikuti utusan organisasi petani nasional maupun lokal, pemerintah, akademisi dan utusan organisasi tani Internasional (dari 50 negara).
Dari pertemuan ini di harapkan akan di hasilkan pandangan bersama serta agenda penerapan pembaruan agaria sejati yang mencakup juga penerapan kedaulatan pangan, agroekologi, perlindungan keanekaragaman hayati dan pengakuan atas peran perempuan dan pemuda dalam pembangunan pertanian.
Pembangunan sering dianggap menjadi ancaman bagi petani dan lahan pertanian. Karena bisa menyebabkan konversi lahan. Bagaimana anda memandang persoalan ini?
Pembangunan sebenarnya bukan ancaman bagi lahan pertanian di Sumatera Barat jika terlebih dahlu dilakukan penataan lahan sesuai peruntukannya. Misalnya ada lahan yang di peruntukan bagi perkebunan BUMN maupun perkebunan rakyat, lahan pengembangan pertanian pangan berbasis keluarga petani, dan peruntukan lainnya, sehingga tidak terjadi saling berebut lahan. Pada umumnya konflik agraria yang terjadi di Sumatera Barat terjadi akibat pihak-pihak yang berkepentingan saling berebut lahan pertanian.
Apakah kebijakan yang diambil pemerintah sumbar menurut anda sudah pro ke petani. Misalnya gerakan pensejahteraan petani, dan kredit-kredit yang katanya bisa membantu kehidupan petani?
Kebijakan–kebijakan pemerintah Sumbar belum begitu dirasakan oleh petani umumnya, kebijakan pemerintah yang kemudian melahirkan program-program untuk petani kurang relevan dengan kebutuhan riil ditingkatan petani, program-program tersebut lebih menjadi proyek-proyek di dinas terkait.
Banyak kelompok tani didirikan hanya untuk pengajuan proposal ke pemerintah, setelah kegiatan selesai maka kelompok tani tadi pun bubar. Petani masih mengalami kesulitan pupuk dan harga yang ditentukan oleh tengkulak.
Kredit-kredit untuk petani sulit diakses pada prakteknya karena bagi perbankan pemberian kredit pada petani terlalu beresiko dibandingkan sector-sektor ekonomi lainnya. Untuk itu jaminan pemerintah terhadap kredit-kredit tani harus lebih konkrit, jangan hanya dijadikan seakan-akan program yang pro terhadap kelangsungan usaha tani akan tetapi pada aplikasinya program ini sangat lah sulit di akses oleh petani.
Menurut Anda apa yang harus dilakukan pemerintah Provinsi Sumbar dan Kabupaten/Kota untuk mensejahterakan petani?
Selain poin-poin yang sudah saya sebutkan di atas, sangat penting saling sinergisnya program pembangunan kedaulatan pangan mulai dari tingkat propinsi hingga kabupaten/kota. Program yang bagus di tingkat propinsi belum tentu bisa dilaksanakan ditingkat kabupaten/kota jika pemimpin di kabupaten/kota tidak mempunyai visi yang jelas dalam pembangunan pertanian. Sejak era otonomi daerah seringkali kepala daerah menyerahkan urusan pertanian pada orang yang tidak berkapasitas cukup, namun menyerahkannya pada orang-orang yang berjasa ketika pilkada walau belum tentu mampu. Membangun kedaulatan pangan tidak cukup hanya di lakukan Dinas Pertanian semata, tapi melibatkan instansi lain seperti BPN dan Kehutanan untuk persoalan tanah, Dinas PU untuk pengairan, Koperindag untuk modal dan distribusi hasil, dan instansi lainnya, keseluruhan instansi ini harus saling sinergis.
Apa harapan anda ke depan untuk kesejahteraan petani Sumbar?
Saya mempunyai mimpi besar petani terbebas dari jeratan ekonomi yang semakin sulit, Petani kini, hanyalah mereka yang punya dua, tiga petak tanah ukuran kecil untuk ditanam padi maupun palawija. Dengan harga pupuk yang selalu naik dan langka, sedangkan harga komoditas pertanian yang selalu “dipermainkan” oleh para pemodal, Kaum muda desa sudah tidak mau lagi berkubang dengan lumpur, tanah maupun terik matahari. Mereka lebih senang menjual tanahnya untuk uang muka pembayaran sepeda motor, guna untuk dijadikan ojek. Saya punya mimpi besar sebagai kaum tani, tanah kami tidak tergusur oleh kepentingan korporasi-korporasi besar karena tanah adalah sumber kehidupan utama kami sebagai kaum tani. (***)
Share this Article on : Share
__________________________________________________________________________