Imsakiyah Ramadhan Bimbangkan Ummat
Payakumbuh —Imsakiyah Ramadhan yang beredar di Kota Payakumbuh dan Kabupaten Limapuluh Kota, membuat bimbang sebagian ummat Islam. Majelis Ulama Indonesia (MUI) bersama Kantor Kementerian Agama (Kemenag) dan ormas Islam pada kedua daerah, perlu menggelar mudzakarah untuk membahas hal ini, mengingat waktu ibadah puasa masih tersisa sekitar 20 hari lagi.
Pantauan Padang Ekspres pada sejumlah kelurahan di Kota Payakumbuh dan sejumlah nagari di Kabupaten Limapuluh Kota, masyarakat yang menjalankan ibadah puasa, memiliki atau memperoleh dua jenis imsakiyah Ramadhan. Imsakiyah pemberian berbagai toko, perusahaan, organisasi, maupun partai politik itu, dipasang warga di rumah ataupun di masjid, surau dan mushala.
Kedua imsakiyah Ramadhan yang diperoleh warga Payakumbuh dan Limapuluh Kota itu, dihisab oleh dua ahli hisab berbeda. Imsakiyah pertama, merupakan imsakiyah yang yang dihisab oleh Drs Zul Efendi, M.Ag (dosen STAIN Sjech M Djamil Djambek Bukittinggi). Sedangkan Imsakiyah kedua, merupakan imsakiyah yang dihisab oleh Irsyadi Nukman, (Pengadilan Tinggi Agama Provinsi Sumatera Barat).
Dalam kedua imsakiyah, waktu untuk imsak (menahan) nampak tidak terlalu berbeda. Seperti dalam sepuluh hari puasa pertama, sama-sama dimulai antara pukul 04.51 WIB sampai pukul 04.52 WIB. ”Kalau untuk waktu imsak, tidak terjadi perbedaan mencolok. Baik yang dihisab oleh Zul Efendi maupun yang dihisan oleh Irsyadi Nukman,” kata seorang garin Masjid di Payakumbuh.
Hanya saja, untuk waktu berbuka atau waktu Maghrib, terjadi perbedaan cukup mencolok. Dalam Imsakiyah Ramadhan yang dihisab Zul Efendi, waktu berbuka pada awal Ramadhan, tertulis pukul 18.32 WIB. Sedangkan dalam Imsakiyah yang dihisab oleh Irsyadi Nukman, waktu berbuka pada awal Ramadhan, tertulis pukul 18.30 WIB.
Pada sebagian besar masyarakat yang menanti waktu berbuka dari alat pengeras suara di masjid atau mushalla, perbedaan waktu berbuka dalam dua imsakiyah Ramadhan, mungkin tidak sempat menjadi perhatian. Tapi, bagi masyarakat yang menanti waktu berbuka dengan mendengar radio, perbedaan itu akan menjadi perhatian serius.
”Pada salah satu radio di Payakumbuh, waktu masuk shalat maghrib sudah diumumkan pukul 18.30 WIB. Sedangkan pada radio lain, waktu masuk sholat Maghrib atau berbuka diumumkan sekitar pukul 18.32 WIB. Ini, tentu membuat kita sedikit ragu atau bimbang,” kata Isman, salah seorang pendengar radio di Kota Payakumbuh.
Hal serupa disampaikan Endang, warga Limapuluh Kota. ”Di kampung saya, ada mushala dan masjid yang berdekatan. Di mushala, garinnya menyiarkan waktu berbuka, dengan menyetel salah satu radio yang dipancarkan di Payakumbuh. Sedangkan di Masjid, garinnya menyiarkan waktu berbuka, dengan menyetel radio yang dipancarkan dari Harau. Kondisi ini, membuat saya agak ragu, dalam menentukan waktu berbuka,” ucapnya.
Penasaran dengan pengakuan Endang dan sejumlah warga, Padang Ekspres dalam dua hari terakhir juga menyetel tiga radio yang ada di Kota Payakumbuh dan Kabupaten Limapuluh Kota, dalam waktu bersamaan. Ternyata, memang ada radio yang mengumumkan waktu berbuka, lebih cepat dua menit dari radio yang lain. Ini dikarenakan, radio itu berpatokan kepada dua Imsakiyah Ramadhan yang berbeda.
Khusus untuk radio Harau FM, mengumumkan waktu Shalat Maghrib atau berbuka, lebih lambat dua menit dari salah satu radio di Payakumbuh. Hal ini, menurut krew radio Harau, Daira Suraswati dan YM Dallu Awartha, terjadi karena radio Harau berpatokan kepada Imsakiyah Ramadhan yang dihisab oleh Zul Efendi.
”Kita, memperoleh dua imsakiyah berbeda. Yang satu, dihisab oleh Zul Efendi. Yang satu lagi, dihisab oleh Irsyad Nukman. Karena sempat ragu, apalagi ini menyangkut ibadah dan waktu berbuka, kita sempat tanya kepada Buya Mismardi, ketua MUI Payakumbuh. Beliau, lebih cenderung memakai imsakiyah hasil hisab Zul Efendi, makanya kita ikuti pula saran beliau,” ujar Daira Suraswati.
Terlepas dari itu, para praktisi radio di Kota Payakumbuh dan Kabupaten Limapuluh Kota sangat setuju, apabila MUI ataupun Kantor Kementerian Agama dan pengurus Ormas Islam yang ada pada kedua daerah, duduk semeja untuk membahas perbedaan waktu berbuka puasa pada dua Imsakiyah. Kemudian, menetapkan salah satu waktu untuk disiarkan di radio.
”Mungkin, ada baiknya begitu untuk penyeragaman. Apalagi, siaran dari radio, menjadi acuan bagi sebagian masyarakat atau pengurus masjid dan mushalla, untuk menentukan waktu berbuka. Tapi, ini tentu kita serahkan kepada para ulama dan kementerian agama. Sebab, ulama lah yang lebih tahu, mengenai masalah ummat ini,” kata Daira yang akrab disapa Mbak Dea.
Share this Article on : Share
__________________________________________________________________________