Bersikap Tenang, Kuat Karakter Minang
Dua kali menjadi anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumbar, Husni Kamil Manik tak mampu menembus level ketua. Kemudian ikut seleksi KPU pusat, terpilih menjadi komisioner melalui serangkaian tes. Lalu, terpilih jadi ketua KPU pusat melalui musyawarah dan mufakat. Sebuah mekanisme yang menjadi ruh dan inti demokrasi.
Seorang sahabat Husni, Hary Efendi Iskandar menyebutkan, semua ini menujukkan kelas Husni memang untuk posisi strategis di pusat bukan di daerah. ”Bayangkan dua kali menjadi KPU daerah, tak bisa menembus ketua. Kini, masuk pusat langsung jadi ketua. Dipilih melalui musyawarah mufakat lagi,” ujar dosen Universitas Andalas (Unand) ini sambil bergurau.
Hary sudah mengenal Husni sejak 1994. Mereka sama-sama menjadi aktivis mahasiswa. Tahun 1999, Husni menjadi Presiden Mahasiswa Unand dan Hary menjadi sekretaris jenderalnya. Dalam pandangan Hary, Husni seorang figur yang mampu mengelola organisasi dengan baik, berpikiran rasional dan mendistribusikan staf sesuai kapasitasnya.
“Dia mampu menggalang semua potensi untuk mencapai tujuan bersama sebuah organisasi. Semua orang diberi peran sesuai kemampuannya,” ujar Hary.
Pjs Sekretaris PWNU Sumbar ini juga menyebutkan, Husni bukan seorang yang group minded. Orang di luar grupnya pun tetap dirangkul dan dilibatkan. Tak ada halangan dia bergaul dan bekerja sama dengan siapa pun. “Dia mudah bergaul, berkomunikasi dan bekerja sama dengan siapa saja,” ujarnya.
Hary menyebutkan, Husni piawai dalam menggerakkan semua sumber daya yang ada untuk memajukan organisasi. Menurutnya, hal ini akan sangat membantu dalam memperkuat KPU pusat yang kepemimpinannya bersifat kolektif kolegial.
Kehadiran Husni di pentas nasional, kata Hary, juga memberi pesan bahwa orang daerah potensial dan “bertaring” di pentas nasional. “Jakarta itu bukan sesuatu yang menakutkan. Orang daerah mampu bersaing di sana. Husni sudah membuktikannya. Ini harus menjadi pelecut bagi kita semua,” ujarnya.
Namun, Hary mengingatkan, posisi ketua KPU pusat sebagai peluang sekaligus tantangan. Karena itu, dia meminta Husni tetap mawas diri. “Selama ini para aktivis reformasi 1998 sudah banyak yang tengkurap, karena dilanda berbagai persoalan. Dia (Husni, red) merupakan sisa-sisa aktivis reformasi yang masih memiliki integritas dan komitmen terhadap agenda reformasi. Ini harus kita jaga bersama,” ujarnya.
Mantan anggota KPU Pasaman, Aguswanto mengungkapkan hal tak jauh berbeda. Menurutnya, Husni seorang yang visioner. Dia mampu membuat sesuatu yang bagi orang lain tidak mungkin, tetapi di tangannya bisa berhasil.
Dia juga mampu mengelola dan mengoptimalkan semua sumber daya untuk mencapai tujuan organisasi. Mampu mengakomodir kepentingan semua pihak untuk dikelola dalam mencapai tujuan bersama.
“Karakternya ibarat seorang ninik mamak yang berjiwa demokratis dalam masyarakat Minang. Pola kepemimpinan Minangkabau itu dia terapkan, bukan sekadar ucapan. Karena itu, saya berani mengatakan dia memang lebih Minang dari orang Minang,” ujarnya.
Wakil Sekretaris DPD Partai Golkar Sumbar ini menambahkan, Husni tak pernah menampilkan sikap berlawanan dengan orang lain meski yang di hadapannya itu benar-benar lawannya. Jika dia tidak setuju sesuatu, dia memilih diam tak mau bersikap frontal. “Sangat tenang menghadapi berbagai persoalan. Ini yang saya sebut karakter kepemimpinan Minang,” ujarnya.
Al Imran, Redaktur Pelaksana Posmetro Padang yang juga cukup intens berhubungan dengan Husni punya pandangan lain. Menurutnya Husni, seorang yang tahu apa maunya wartawan. Dalam artian, dia memahami dan mengerti hal-hal yang unik, menarik dan disukai media untuk sebuah pemberitaan. Karena itu, tak jarang ide-ide pemberitaan justru muncul dari Husni yang sehari-hari menjabat sebagai Koordinator Divisi Sosialisasi di KPU Sumbar.
“Misalnya, dia bicara soal nasib pemilih di penjara. Ini hal-hal yang unik dan menarik bagi jurnalis. Karena itu, walau dia tinggal di tenda sederhana pascagempa, tetap ramai dikunjungi para wartawan,” ujarnya.
Husni juga dikenal dekat dan disukai para staf di internal KPU Sumbar. Kalau memarahi staf, dia tak langsung ke orangnya, tetapi melalui mekanisme dan struktur yang ada. “Kalau ada yang dia tak setuju dengan perilaku staf, dia ngomongnya ke pak sekretaris, tidak langsung ke staf yang bersangkutan,” ujar salah seorang staf yang enggan disebut namanya.
Tak hanya dengan staf, Husni juga dekat dengan orang di lingkungan kantornya. Salah satunya pemilik kedai di depan kantor KPU Sumbar, Anton Islami. Da An—panggilan akrab Anton—gembira atas terpilihnya Husni sebagai ketua pusat. Dalam pandangannya, Husni termasuk pejabat yang menghargai semua orang.
“Waktu awak datang kamari, dia langsung salam dan nanyo, baa kaba Da An? (Waktu saya ke sini, langsung ditanya, gimana kabarnya?” ujarnya menirukan kata-kata Husni saat bertemu di acara syukuran di rumah Husni di Kompleks Permata Surau Gadang.
Dari sosok yang tidak begitu popular di antara anggota KPU lain, Husni terpilih secara musyawarah mufakat berdasar pilihan lima komisioner yang lain. Tidak banyak yang disampaikan Husni setelah terpilih menjadi ketua KPU. Dengan pengalaman hampir dua periode menjadi anggota KPU Sumbar, Husni menyadari bahwa tugas ketua tidak lebih tinggi daripada komisioner KPU. “Ketua KPU kan hanya mengoordinasi rapat. Posisi kami ini kolektif kolegial,” ujar pria kelahiran Medan, 18 Juli 1975, itu.
Jika tolok ukurnya adalah latar belakang, Husni bersama empat komisioner yang lain: Arief, Ida Budhiati, Juri Ardiantoro, dan Ferry Kurnia Rizkiyansyah, sama-sama pernah menjabat anggota KPU provinsi. Sosok Ida bersama Ferry justru memiliki pengalaman lebih karena pernah menjabat ketua KPU provinsi.
Namun, pengalaman yang dimiliki Husni adalah nilai plus. Salah satu nilai tambah bagi Husni adalah keterlibatannya dalam melaksanakan pilkada serentak di Sumbar. “Di pilkada serentak itu kami berhasil meminimalisasi konflik,” ujarnya. Pada 2010, KPU Sumbar menggelar pemilihan gubernur (pilgub) bersamaan dengan pilkada di 13 kabupaten/kota. Pilkada serentak itu merupakan prestasi kedua KPU Sumbar setelah mampu melaksanakannya pada 2005.
Meski dinilai memiliki peran signifikan di KPU Sumbar, sosok Husni juga tak terlepas dari dugaan nepotisme. Itu terkait posisi sang istri, Endang Mulyani, yang merupakan anggota KPU Padang. Posisi Husni dan Endang itu pernah disinggung saat uji kelayakan dan kepatutan di Komisi II DPR.
Saat itu anggota DPR meragukan independensi Husni terkait posisi istrinya. Ketika menjawab tudingan itu, Husni membenarkan bahwa Endang merupakan anggota KPU Padang. Husni dan Endang memang sama-sama dilantik sebagai anggota KPU pada 2003. Sebelumnya, mereka tidak saling mengenal. “Saya baru kenal istri saya tiga bulan sebelum menikah,” ujar Husni.
Pernikahan Husni dan Endang berlangsung pada Juli 2004. Sebelum menikah, Husni mengaku melapor kepada ketua KPU Sumbar saat itu untuk meminta mundur dari jabatannya. Namun, permintaan itu ditolak dengan jawaban bahwa Husni tidak perlu mundur. “Pada periode kedua, saya minta tidak ikut lagi, namun didorong untuk ikut lagi,” ujar mantan pengurus Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) 2002 itu.
Endang kemudian mengundurkan diri sebagai anggota KPU pada Januari 2012. “Setelah itu, dia (Endang) tidak mengantor lagi hingga sekarang,” tutur ayah tiga anak itu. (*/jpnn)
Share this Article on : Share
__________________________________________________________________________